SesKemenkopUKM Sebut Tiga Pendekatan Untuk Deteksi UMKM Naik Kelas
TERNATE, govnews-idn.com – Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SesKemenKopUKM) Arif Rahman Hakim menyatakan, dalam upaya mewujudkan UMKM naik kelas, terdapat tiga pendekatan untuk mendeteksinya yakni produktivitas, aksesibilitas dan intervensi.
“Pertama, sisi pendekatan produktivitas ditekankan dari peningkatan kapasitas usaha dan kinerja usaha. Kedua, pendekatan aksesibilitas terhadap permodalan dari perubahan sumber modal usaha menjadi semakin formal. Ketiga, pendekatan intervensi finansial pemerintah atau government intervention yaitu lulusnya UMKM dari program bantuan pemerintah,” kata SesKemenKopUKM Arif Rahman Hakim di Ternate, Minggu (22/10/2023).
SesKemenkopUKM menambahkan, setiap negara memiliki model UMKM Naik Kelas tersendiri. “Belajar dari best practices berbagai negara, setiap negara memiliki kriteria masing-masing terkait definisi UMKM dan definisi UKM Naik Kelas,” ulas Arif.
Menurut dia, mayoritas UMKM di dunia merupakan perusahaan independen (independent firms) dengan jumlah pekerja kurang dari 50 orang dan ukuran ini berbeda di setiap negara. “Banyak negara yang mengklasifikasikan UMKM dengan parameter atau kriteria jumlah tenaga kerja tidak melebihi 250 atau 200 orang. Khusus SMEs di AS, jumlah tenaga kerja tidak melebihi dari 500 orang,” Arif menjelaskan.
SesKemenkopUKM meyakini berbagai mitra pembina UMKM di Indonesia sudah memiliki perhatian terhadap kriteria UMKM Naik Kelas. Dalam pembinaan UMKM, dibuat klasifikasi kelas yang lebih kecil, bukan hanya berdasarkan aset dan omset tetapi juga indikator lainnya.
“Indikator tersebut di antaranya menurut Bank Indonesia adalah UMKM Digital, UMKM yang terhubung dengan akses pembiayaan, UMKM ekspor, dan UMKM Hijau,” terang Arif.
Sedangkan menurut pemerintah daerah adalah indikator produktivitas, indikator akses permodalan, indikator intervensi pemerintah dan indikator lingkungan usaha yang berkelanjutan (ekonomi hijau) serta melestarikan kearifan lokal.
Omset dan Aset
Saat ini, lanjut SesKemenkopUKM, kriteria UMKM naik kelas yang digunakan adalah kenaikan omset dan aset UMKM sebagaimana diklasifikasikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Namun demikian, kenaikan kelas UMKM tersebut dinilai terlalu sulit dicapai mengingat jauhnya rentang omset dan modal antar masing-masing klasifikasi usaha. “Akibatnya, dampak program pemberdayaan UMKM menjadi sulit untuk dipetakan dan kinerja pemerintah sulit dihitung secara kuantitatif.”
Untuk itu, SesKemenkopUKM menekankan kolaborasi dengan berbagai stakeholder jadi sangat penting dilakukan untuk menaikkan kelas UMKM. “Mitra pembina dan pendamping UMKM yang sudah memiliki tools untuk menilai kelas UMKM, dapat diajak bekerjasama agar tools itu dapat dimanfaatkan masing-masing pemerintah daerah,” ujar Arif.
Sementara itu, Resmiguno yang mewakili Dinas Koperasi dan UKM Kalimantan Barat mengatakan, untuk membangun UMKM yang kuat memang perlu sinergi dan roadmap program dari hulu hingga hilir. Sehingga, tidak terkotak-kotak. “Juga, perlu ada kolaborasi antara koperasi dan pelaku UMKM,” harap Resmiguno.
Oleh karena itu, pihaknya menanti terbitnya indikator-indikator resmi itu sebagai panduan yang diberikan pemerintah pusat. “Sebaiknya, indikator-indikator itu diturunkan ke dalam Peraturan Menteri atau Peraturan Deputi sebagai pedoman bagi daerah menentukan UMKM naik kelas. Tetapi, dengan tetap mengacu pada PP Nomor 7,” pinta Resmiguno.
Mulia Ginting – Erwin Tambunan
SesKemenKopUKM Arif Rahman Hakim di antara pelaku UMKM dengan beragam produk mereka. Foto: KemenKopUKM.
Artikel ini sudah terbit di jurnal-idn.com